R |
abi’ul Awwal adalah bulan yang mulia. Yang mana pada bulan tersebut, Nabi junjungan umat dilahirkan dimuka bumi ini dan juga bulan wafatnya beliau. Begitulah titik keistimewaan bulan tersebut. Seperti yang diketahui, banyak ulama’-ulama’ yang telah wafat yang diperingati hanyalah haulnya (ulang tahun kematian), bukan maulidnya (ulang tahun kelahiran). Lalu mengapa dari Rasulullah yang diperingati hari kelahirannya??? Mengapa bukan hari wafatnya???
Secara rasional, banyak landasan-landasan yang masuk akal, yang mampu menjawab pertanyaan diatas. Salah satunya dikarenakan beliau ketika lahir sudah mempunyai keistimewaan yang maha dahsyat, menggoncangkan dunia, diantaranya :
- Raja Abrahah dan bala tentaranya yang digambarkan oleh Al-Qur’an sebagai tentara terkuat pada saat itu, karena mempunyai bala tentara yang tidak hanya berkuda saja tetapi juga bergajah, sesuatu yang digambarkan begitu kuat danperkasanya tentara Abrahah itu, tetapi dengan kelahiran beliau tentara itu dibinasakan oleh Allah Azza wa Jalla, baca Surat Al-Fiil.
- Kelahiran Nabi Muhammad diterima oleh semua pihak, karena kelahirannya memang dinanti-nantikan oleh mereka.
- Api yang dikatakan abadi oleh orang-orang Majusi, sehingga disembah-sembah oleh mereka, pada saat lahirnya beliau padam seketika.
Sementara seorang ulama’ pada saat dilahirkan tidak mempunyai keistimewaan apapun, seperti halnnya bayi-bayi yang lain. Dan mereka baru mempunyai keistimewaan setelah menjadi tokoh atau ulama’ dan meninggal tetap dalam posisi ketokohan dan keulama’annya.
Sedangkan dengan dalil naqli, penulis menggunakan tumpuan hadits Rasul yang berbunyi :
من عظم مولدي كنت شفيعا له يوم القيامة
Artinya :
“Barang siapa mengagungkan hari kelahiranku, maka aku akan mensyafa’atinya besok pada hari kiamat”.
Dalam hadits tersebut termaktub lafadz “ مولدي “ yang bershighotkan isim zaman makan, dalam hal ini penulis akan menitik beratkan pada isim zaman yang berarti kelahiranku, bukan lafadz “ حولي “. Maka kita dapat menyimpulkan bahwa pantaslah jikalau yang diperingati maulidnya bukan haulnya.
Meskipun hadits tersebut digembar-gemborkan sebagai hadits dho’if, namun tak apalah kalu menjadikannya sebagai tumpuan. Toh.. itukan hanya amalan sunnah. Kendati sunnah, ummat beliau berkewajiban mengagungkannya. Salah satu metodenya ialah dengan cara memperingati hari kelahiran beliau.
Mengapa demikian? Diantara faktor kewajiban hal tersebut ialah untuk melestarikan dan membudidayakan tradisi-tradisi mulia tersebut.
Seandainya saja kakek-kakek yang sudah terdahulu tidak pernah membudidayakan hal tersebut, niscaya sangat mungkin sekali kita tidak akan pernah kenal dengan peringatan tersebut, tidak akan terpatri pada hati terdalam. Hendaknya generasi-generasi saat ini juga ikut membuntuti jejak para pendahulu, yakni dengan cara ikut menyambut kunjungan ulang tahun kelahiran Rasulullah. Ikut mematri kuat-kuat Hubbunnabi lewat peringatan ultah Rasul pada generasi-generasi mendatang, tak etinggalan pula, sebelumnya harus mengamalkan sungguh-sungguh dalam kehidupan generasi-generasi saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar